Monday, 1 December 2008

SEISMIC HAZARD ASSESSMENT: In the Case Study of Minesite Area-Central Kalimantan Engkon K.Kertapati

Convention Bandung 2004 (CB2004)
The 33rd Annual Convention & Exhibition 2004

Indonesian Association of Geologist
Horizon Hotel, 29-30 Nov, 1 Dec 2004, Bandung

SEISMIC HAZARD ASSESSMENT:
In the Case Study of Minesite Area-Central
Kalimantan

Engkon K.Kertapati

Geological Research and Development Centre

Abstract
The low-seismicity Central Kalimantan has never experienced any earthquake damage.
Thus, earthquake-resistant design has not been specifically required in the building codes.
However, it has been realized that urban and mine areas located rather distantly from
earthquake sources may also be affected by tremors. The key is basically determined by how
well seismic hazards derived from seismic potency can be estimated. In this paper, the
potential ground motion in terms of the peak ground accelerations ( PGAs) due to long –
distance East Kalimantan and West Sulawesi earthquakes ( far field earthquake ) is
investigate, following a probabilistic seismic hazard assessment approach. Earthquakes that
have occurred in radius of 500 km ( far field ) in the last 50 year are used. Based on the
PGAs of more than 50 % East Kalimantan and West Sulawesi earthquakes recorded in
Central Kalimantan, the attenuation relationship of Fukushima and Tanaka ( 1992 ) is found
to correlate well with the high-rate attenuation characteristic of the region. The predicted
design basis PGA for Tailings Dam , i.e. PGA with 10 % probability of being exceeded in a
50-year exposure time, on rock out-crops site is 0.041 g ( g = gravity value ), or 0.103 g on
soft soil. And 0.105 g with 10 % probability of being exceeded in a 1000 year exposure time
on rock out-crops or 0.261 g for soft soil. However, the increasing number of felt tremors in
recent years demonstrates such as: Muarateweh Earthquake, which occurred on July 05,
1996, that although no significant damage was report, the earthquake was strongly felt.

Keywords: ground acceleration, ground-motion, attenuation function, earthquakeresistant
design

Abstrak
Kalimantan Tengah dengan tingkat kegempaan yang rendah, tidak pernah mengalami
gempabumi merusaka. Oleh karena itu, rancangan bangunan tahan gempa, secara khusus
tidak diperlukan dalam kode bangunan. Walaupun demikian, perkotaan dan daerah-daerah
penambangan yang agak berjarak dari sumber-sumber gempabumi dapat dipengaruhi oleh
tremor / goncangan gempabumi. Kunci dasarnya adalah bagaimana penentuan bahayabahaya
gempabumi dengan baik, yang didapat dari estimasi potenti-potensi sumber
gempabumi. Dalam makalah ini, potensi goncangan tanah berdasarkan atas syarat-syarat
percepatan puncak tanah dari kajian / penelitian jarak jauh gempabumi-gempabumi di
Kalimantan timur dan Sulawesi barat, dengan mengikuti prosedur kajian probabilistik /
kebolehjadian. Gempabumi-gempabumi tersebut terjadi dalam waktu 50 tahun terakhir
dengan radius 500 km. Berdasarkan nilai Percepatan Puncak Tanah tercatat sekitar 50 %
lebih gempabumi-gempabumi di Kalimntan Timur dan Sulawesi Barat tercatat di Kalimantan
Tengah., fungsi atenuasi Fukushima dan Tanaka ( 1992 ) yang dipakai merupakan fungsi
atenuasi yang berkaitan erat dengan karakteristik gempabumi wilayah tersebut. Perkiraan
Percepatan Puncak Tanah Rencana untuk rancangan Bendungan Tailing / limbah padat
tambang pada batuan dipergunakan angka percepatan puncak 0.041 g ( g = nilai gravitasi
bumi ) dengan 10 % kemungkinannya terjadi dalam waktu 50 tahun, atau 0.103 g untuk tanah
lunak, dan 0.105 g dengan 10 % kemungkinannya terjadi dalam waktu 1000 tahun pada batuan atau 0.261 g untuk tanah lunak. Bagaimanapun juga, bahwa akhiir-akhir ini terdapat
gejala peningkatan tremor gempabumi, seperti dengan telah terjadi Gempabumi Muarateweh
tanggal, 5 Juli 1996 walaupun dilaporkan tidak terjadi kerusakan akan tetapi goncangan
dirasakan kuat.

Kata-kata kunci: percepatan tanah, goncangan tanah, fungsi atenuasi, rancangan tahan
gempabumi.

»»  read more

PRINSIP GEOLOGI SEBAGAI KERANGKA PEMIKIRAN MANAJEMEN STRATEGI

Convention Bandung 2004 (CB2004)
The 33rd Annual Convention & Exhibition 2004

Indonesian Association of Geologist
Horizon Hotel, 29-30 Nov, 1 Dec 2004, Bandung

PRINSIP GEOLOGI SEBAGAI KERANGKA
PEMIKIRAN MANAJEMEN STRATEGI

Djoko Sunarjanto dan M.Husen

PPPTMGB ”LEMIGAS”
djoko@lemigas.esdm.go.id; husenm@lemigas.esdm.go.id

Abstract

Many geological aspects can be used as idea to solve the problems. Using the basic
principle of geology is able support the development of strategic management which
need an adjustment and new cases in order to achieve required goal. Priciples of
stratigraphy has relevance with body or structure of organizations which able to
handle situation and conditions, objectives and multi goal. As an analogy,
stratigraphy of SouthEast Wyoming can accommodate restructurization
organizations as a agency of research and development or agency of education and
training is multi functions. So approach of an analytical processes value change has
relevance with rock sedimentary pattern.

For discussion, the study of geological principle as strategic management
framework idea related to the activity and trends to fluctuate can be analogue with
natural cycle. The specific case with strategic characteristics that need alternative
solving was selected such as financial share balancing to mineral and oil and gas
solution can be discovered using geological approach as present technical
parameters and also can be applied to new scenario in order to optimize the
implementation of policy and management between central and region government.

Abstrak

Banyak aspek geologi dapat dijadikan sebagai ide yang digunakan untuk membantu
pemecahan masalah. Menggunakan prinsip dasar geologi mampu mendukung
pengembangan manajemen strategi yang memerlukan penyempurnaan dan hal-hal
baru guna mencapai tujuan (goal) yang diinginkan. Prinsip dalam stratigrafi terdapat
relevansi yang berkaitan dengan bentuk susunan atau struktur organisasi yang
mampu menampung situasi kondisi, kepentingan dan banyak tujuan. Suatu analogi,
stratigrafi South East Wyoming mampu mengakomodasi restrukturisasi organisasi
Badan/Pusat Penelitian dan Pengembangan (Research & Development) ataupun
Pendidikan dan Latihan (Education and Training) yang kaya fungsi. Demikian juga
suatu pendekatan analisis proses perubahan nilai strategis terdapat relevansinya
dengan pola sedimentasi batuan.

Diskusi tentang prinsip geologi sebagai kerangka pemikiran dalam manajemen
strategi terkait dengan aktivitas yang cenderung selalu berubah mampu
dianalogikan dengan siklus di alam. Hal khusus bersifat strategis yang memerlukan
alternatif keputusan seperti opsi perimbangan keuangan hasil bagi pendapatan dari
mineral dan migas, dapat dikaji kembali dengan pendekatan geologi sebagai
parameter teknis yang baru sekaligus diaplikasikan untuk lebih mengoptimalkan
pelaksanaan kebijakan dan manajemen bagi hasil antara pemerintah pusat dan
daerah.

Key words : Geology and Strategic Management

»»  read more

STRUKTUR PADA BATUAN SERPENTINIT DI SEPANJANG SEMPADAN JALUR TENGAH DAN JALUR BARAT SEMENANJUNG MALAYSIA

Convention Bandung 2004 (CB2004)
The 33rd Annual Convention & Exhibition 2004

Indonesian Association of Geologist
Horizon Hotel, 29-30 Nov, 1 Oct 2004, Bandung

STRUKTUR PADA BATUAN SERPENTINIT DI
SEPANJANG SEMPADAN JALUR TENGAH DAN
JALUR BARAT SEMENANJUNG MALAYSIA

Jatmika Setiawan1), Ibrahim Adullah2), Zaiton Harun2)
jatmikasetiawan855@hotmail.com, iba@pkrisc.cc.ukm.my, zaiton@pkrisc.cc.ukm.my

1) Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran Yogyakarta
2) Program Geologi, Fakulti Sains dan Teknologi, Universitas Kebangsaan Malaysia

Abstrak

Di sepanjang sempadan (batas) Jalur Tengah dan Jalur Barat Semenanjung
Malaysia, yang dikenali sebagai Garisan Bentong-Raub atau Sutura Bentong,
tersingkap beberapa jasad serpentinit yang berjajaran pada arah antara N340oEN350oE.
Singkapan-singkapan tersebut dipercayai mewakili batuan ultramafik yang
dahulunya merejah batuan Devon Bawah dan kemudiannya telah berubah menjadi
serpentinit. Batuan serpentinit tersebut tersingkap di Bukit Rokan Barat, Kampung
Selaru, Petasih (Negeri Sembilan); Cheruh-Bentong (Negeri Pahang) dan Kelantan
Barat (Negeri Kelantan). Seterusnya kajian struktur di batuan serpentinit dapat
digunakan untuk menjelaskan sejarah canggaan (deformasi) yang telah berlaku di
sepanjang sempadan Jalur Barat dan Jalur Tengah Semenanjung Malaysia.

Observasi lapangan pada singkapan-singkapan serpentinit dijumpai struktur foliasi,
telerang, jalur ricih dan sesar. Foliasi umumnya berjurus utara-baratlaut (UBL),
kecuali di Petasih dan Cheruh yang berjurus barat-baratlaut (BBL). Deformasi
pertama berarah arah NNW hingga NNE, menghasilkan sesar songsang (naik) geser
kanan (SSGK) dengan jurus sesar SE-NW dan kemiringan antara 70o-80o.
Deformasi kedua dengan tegasan berarah NE-SW, menghasilkan sesar SSGK
berjurus antara N340oE-N350oE atau N160oE-N170oE dan kemiringan antara 70o85o.
Deformasi ketiga dengan tegasan kompresi berarah NEE-SWW, menghasilkan
sesar mendatar kanan normal (SMKN) dengan jurus dan kemiringan N20oE/70o atau
N130oE/70o. Deformasi terakhir dengan tegasan timurlaut-baratdaya (TL-BD),
menghsilkan sesar songsang geser kiri (SSGK) dengan jurus dan kemiringan
N270oE/85o.Hasil kajian petrografi dari semua sayatan nipis mendapati bahawa
batuan asal ultramafik telah terubah menjadi mineral serpentin. Kecuali di daerah
Cheruh-Bentong masih terlihat batuan asalan serpentinit adalah batuan igneus
Peridotit

»»  read more

Followers

 

Copyright © 2009 by my geology